Membaca editorial di majalah CHIC saya menjadi berpikir. Tentang definisi dari teman.
Q : Ada berapa teman mu?
A : Maksudnya? Teman dimana?
Pertanyaan ini seharusnya simple. Tapi sebenarnya harus dipikirkan lebih dalam. Di era social media seperti ini, teman menjadi ambigu maknanya. Teman yang benar-benar teman. Dan teman yang karena perkenalan di dunia maya, karena kesamaan minat atau kesukaan.
Teman yang sesungguhnya seharusnya memberikan makna yang lebih dalam. Yang menngetahui diri kita sebenarnya. Yang mengenal kita karena sering bersama kita, sering berjumpa, sering berbicara berhadapan, saling berbagi sentuhan fisik (jangan negatif dulu) seperti senggolan, cubit, pukul, tepuk, atau menggenggam tangan kita saat sedih. Teman yang sebenarnya tahu bagaimana arah mata kita saat kita sedang menyembunyikan sesuatu, atau tahu bagaimana kita tertawa tanpa henti saat benar-benar bahagia.
Sedangkan teman di dunia maya, mungkin hanya beberapa yang tahu soal kita yang sebenarnya. Banyak yang bisa ditutupi di dunia maya. Kita bisa menjadi bukan diri kita yang sesungguhnya di dunia maya. Bahkan nama pun bisa diubah-ubah.
Mungkin social media seperti Facebook harus mulai memikirkan kategori teman di fiturnya. Membagi antara "Acquaintance (Kenalan)", "Friends (Teman)", dan "Best Friends (Sahabat)".