Thursday, July 24, 2008

I (want to) choose my road...

Seems like I was always running
From someone or something
So scared what life could hold
Didn't even want to know
Each day I would stand against it
Put up my defences
Wouldn't let nobody inside
Then you walking in my life

Your love is all I know
Never let you go
Baby with you I choose my road
All my life
You're the reason why
Baby with you I walk that road
(Ronan Keating-Keep On Walking; written by Keating/Leonard/Thicke)


Kalo orang yang sudah dewasa pasti bisa menentukan, memilih dan menjalani pilihannya. Tapi gimana dengan anak-anak?

Menghormati Hari Anak Nasional, maka tertuliskanlah posting ini.

Tanggal 18 Juli kemarin, aku dan adikku berangkat ke Kudus, Jawa Tengah untuk menghadiri acara pernikahan bulik (tante) kami. Menggunakan jasa travel, kami bertujuh dengan seluruh penumpang travel berangkat dari Jogjakarta pukul 14.00 WIB. Aku dan adikku duduk di kursi belakang, hanya berdua. Di kursi tengah, terdapat seorang anak perempuan yang berusia sekitar 9 atau 10 tahun. Dia duduk bersama seorang laki-laki berusia sekitar awal 30 tahunan yang dipanggil oleh anak kecil itu dengan sebutan om. Untuk selanjutnya, aku sebut anak kecil itu dengan Ade aja ya?

Dari pertama kami berangkat. si Ade ini terus-terusan menangis. Semakin menjauhi Jogja (Magelang, Semarang) si Ade semakin kenceng nangisnya. Semakin mendekati Kudus, tangisannya semakin menyayat hati. Si om ini bolak-balik menelpon ayah dan bunda si Ade. Si Ade juga bolak-balik bilang di telpon kalo ia kangen sama kakak-kakaknya.

Waktu itu aku berpikiran, bahwa mungkin kedua ortu si ade ini berpisah. Soalnya si om ini bolak-balik nelpon ke HP ayah dan bunda, bukan ke satu HP lalu bergantian berbicara.

Setelah sampai di Kudus dan si Ade bersama omnya nyampe di rumah, seorang bapak yang juga duduk di deretan bangku itu kemudian bercerita (seperti yang dicertikan oleh si om). Jadi benar, ayah dan bunda Ade bepisah. Sang ayah bersama dua kakaknya tinggal di Jogja, dan sudah menikah lagi dengan janda beranak 1). Sang bunda pun sudah menikah lagi dan punya anak berusia 1 tahun. Perpisahan itu terjadi ketika Ade berusia 1,5 tahun. Karena sang ayah yang seniman dan tidak mempunyai penghasilan tetap, maka sang bunda pun meninggalkannya. Kedua kakak si Ade waktu itu sudah SMP dan SMA, sudah bisa memilih. Sedang si Ade tidak. Om yang bersama Ade ini adalah adik dari sang bunda. Ade menghabiskan liburan sekolahnya di tempat sang Ayah.

Menurut si om, si Ade sudah pengen banget tinggal bersama kakak-kakaknya. Masuk akal, karena si Ade pasti merasa lebih nyaman disayang oleh kakak-kakaknya, dibanding harus meyayangi adik barunya. Tapi sang bunda menolak. Tidak sampai usia si Ade 17 tahun.

Miris mendengar kisahnya. Berasa menonton film. Perceraian memang keputusan yang diambil oleh oran tua. Mereka menganggap bahwa perceraian adalah yang terbaik buat mereka. Yaa, mereka. Kalo ada kasus seperti Ade ini, harusnya mereka bertanggungjawab. Ade menderita karena perpisahan kedua orangtuaya. Dia belum bisa memilih jalannya, namu dipilihkan. Dan ia tidak bahagia, atau, kurag bahagia. Padahal Ade punya hak untuk didengarkan pendapatnya, punya hak untuk diberi kasih sayang, dan sebagainya seperti dalam 31 Hak Anak.

Anak-anak di Indonesia, ternyata belum semuaya bahagia. Mari jadikan mereka anak yang bahagia. Karena kita pernah menjadi seorang anak, dan pasti ingin bahagia.....

Untuk seluruh anak Indonesia.... Semoga kalian mendapatkan kebahagiaan....



No comments: